Love In The Rain

Love In The Rain
...di tempat ini, hujan dinanti setiap hari...

Kamis, 24 Mei 2012

sepuluh kata.

cinta di sepotong pagi

pagi ini aku terbangun dengan semangat yang baru.
setelah lelah mengerjakan berbagai tugas semalam, aku memutuskan untuk menyegarkan pikiran ku hari ini dengan bersepeda
matahari masih mengintip malu-malu, menghangatkan pagi yang begitu dingin.
ditemani lagu dari grup band kesayanganku, scorpion king.
menaiki sepeda melaju kencang menuju bukit belakang sekolah, melesat berharap angin menerbangkanku seperti layang-layang. aku terbang!
kemudian tak lama setelahnya, sampailah aku pada sebuah tempat. dimana padi menguning dengan perlahan, menyamai warna mentari yang mulai berani.
"Zena!"
dheg! jantungku seakan berhenti berdegup. suara itu, suara yang begitu sering muncul di alam mimpiku. suara yang memanggil namaku.
dialah banyu, seorang dokter hewan yang begitu bersahaja,yang aku kagumi begitu dalam.
matanya selalu bersinar seperti bintang saat ia menceritakan impian-impiannya.
menceritakan begitu ingin nya dia pergi wisata ke pulau komodo, meneliti hewan langka yang kabarnya liurnya dapat membunuh dengan begitu cepat.
"Zena! kenapa melamun? tidak maukah kau menjawab ucapan selamat pagiku?"
aduh. sekali lagi aku bersikap begitu bodoh didepannya. pasti mukaku sudah memerah hingga ke telinga. sungguh, sekali ini aku membenci kulitku yang berwarna putih.
"Eh, Kak Banyu.. se..selamat pagi kak" kataku sambil membetulkan poni yang sebenarnya sudah tepat ditempatnya.
"Ayo pulang sayang, aku sudah membuatkan sarapan untukmu."
ah, masih debar yang sama untuk suamiku tersayang!



melukis kita dalam kata

rumput.
matahari.
senja.
langit.
hujan.

palet warna hijau, pagi pertama.
dibawa atap semesta yang bersampul warna-warna cerah.
jelas tapak-tapak tawa dalam bilik canda.

palet warna kuning, musim panas tahun lalu.
cahaya matahari, bunga, bau rumput. tidur di siang hari, memimpikan
hal uang sama. bahagia yang hanya berjarak sebatas lengan.

palet warna oranye, senja bertudung.
siluet matahari yang perlahan beranjak mendekati cakrawala.
bayangan yang semakin memanjang, dan kemudian menghilang.

palet warna biru, hujan kemarin.
rintik mengiringi jalan pulang, sangat perlahan seolah takut terdengar oleh
riuhnya air yang menggenang dipelupuk mata yang mengenang.

semua warna berdampingan, saling menggradasi satu sama lain, melengkapi ditiap sapuan kuas.
menjadikan diri spektrum warna yang membias, indah dan kekal.
yang kemudian aku dan kau sebut kita.

tuhan bosan dengan yang itu-itu saja.
ia menambahkan palet hitam dan putih dalam diri kita.
menggelapkan segala apa yang indah.
mengaburkan segala apa yang pernah.
membuat yang kuat karena berdua, menjadi lemah karena berpisah.

Selasa, 22 Mei 2012

menjumlah engkau yang menggenapkanku.

  1. berhentilah mengemis seperti kini aku berhenti
  2. mencintai kamu tanpa syarat
  3. meninggalkanmu sendirian tanpa rasa bersalah
  4. adalah apa yang kulakukan dengan segala yang logis
  5. aku puas melihatmu menangis, seperti dulu
  6. aku begitu ingin membuatmu tersenyum hanya dengan keberadaanku
  7. kau meratap, berjanji akan selalu menjadi yang ada
  8. meskipun luka menjadi konsekuensi dari segala
  9. kesombonganmu mencintaiku, kau mengatakan
  10. cinta yang kian hari kian besar
  11. memenuhi dadamu dan menyesakkanmu
  12. aku sangat yakin
  13. kau benar-benar tersiksa sekarang karena
  14. cinta itu tak pernah luntur sedikitpun
  15. dari hatimu,  dan menjadi sesuatu yang amat berkuasa
  16. atasmu.
  17. setelah kau merasakan dingin dan kesepian
  18. yang ingin kuberikan padamu tak lebih
  19. hanya kebencian, karena sebelumnya kau tak pernah memberiku
  20. rasa sayang dan pengertian.
  21. lagi-lagi kau menangis saat
  22. aku berjanji akan selalu
  23. membencimu, menghukummu dengan rasa bersalah dan tak akan pernah
  24. menyayangimu yang begitu mencintaiku apa adanya
  25. selama ini aku terlalu naif
  26. aku selalu mengharapkan kau
  27. menjadi milikku, ternyata itu menyulitkan, dan kini aku akan
  28. membalas segala perasaan yang telah
  29. kau berikan padaku dengan pengkhianatan serrta kepahitan yang
  30. kutuliskan dalam sepucuk surat ini.
  31. maaf, untuk tak akan pernah lagi mengatakan 
  32. aku mencintaimu.

note : aku memberi angka pada tiap baris surat ini agar kau mampu membedakan baris ganjil dan genap. dan karena kamu adalah segala yang menggenapkanku, bacalah surat ini hanya pada urutan angka genap. sesungguhnya surat ini akan menggenapkan kita berdua. <3

Senin, 21 Mei 2012

Ibuku Jelek.


"Aku ingin cantik, tapi mereka merajahku dengan perang pedang dan mesiu, menggunduliku dengan pedang-pedang keserakahan. Aku tak lagi hijau, tak lagi jingga, tak lagi biru. Kini aku abu-abu." - Bumi, Ibu Pertiwi.


"Ibu, maaf aku menangis lagi", kata langit kepada Bumi.



"Tenanglah, petir akan mengantarmu sampai kerumah ibumu, anak-anak hujan"




Hujan turun dengan deras.
Tsunami dimana-mana, banjir dan air bah datang membawa duka tak terperi.
Ibu menangis..
Matahari merajuk pada bumi.
Setelah seharian bersinar untuk menghidupi,
penghuninya tak ada yang berterimakasih.
Boro-boro berterimakasih, mereka bahkan merusak tubuh ibunya sendiri.
Ia tak mau melihat Bumi lagi.
Bumi tak cantik lagi, tak cerah lagi, tak berwarna lagi, bahkan kini berasap.
Bumi sudah tua, sudah botak.
Sepertinya sejenis penuaan dini, sebab tak ada yang merawatnya lagi.
Itu sebabnya Matahari merajuk.
Bumi sekarang jelek.


Purwokerto, 2012. Posting to Dayzmagz.

Selasa, 15 Mei 2012

B.J. Habibie, Jiwa Raga Kami.

Seorang Bapak yang mengamalkan lagu bagimu negeri.
Seorang Bapak yang siap berjuang meninggalkan anak isteri.
Seorang Bapak yang rela melihat anak lelakinya berjuang sendiri.
Seorang Bapak yang lalu dituduh "mencuri".
Seorang Bapak yang kemudian memilih untuk pergi.
Seorang Bapak yang telah merasa sakit menelan pahit.
Seorang Bapak yang pada akhirnya mengetahui,
Ia telah dikhianati
Oleh negeri yang begitu Ia cintai.
Bapak B.J. Habibie,
tertawailah jiwa raga kami.

Purwokerto, 2012

Sabtu, 12 Mei 2012

aku ingin

aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada
-Sapardi Djoko Damono


Baris Kehilangan.

untuk mereka yang membela apa yang dipercayainya
untuk mereka yang kemudian dikhianati takdir
untuk mereka yang ditinggalkan tanpa sempat meninggalkan jejak

untuk mereka,
setengah tiang kukibarkan bendera
untuk mereka,
kutundukkan kepala, demi sebuah penghormatan tertinggi
untuk mereka,
malaikat menangis, iblis berduka.
untuk mereka yang jiwanya kini mati,
aku tertawa.

Jumat, 11 Mei 2012

Negeri Sejuta Narasi

aku mau menulis tentang negriku
yang menangis karena bahagia
yang permai indah dan damai
yang rakyatnya makmur sentosa
yang pejabatnya takut akan dosa
yang penduduknya ramah
yang anak-anaknya bangga akan negri sendiri
yang kaya akan hasil bumi
yang memiliki ribuan pulau
yang mengayomi sejuta bahasa
yang mendamaikan beribu suku
tapi yang aku tahu tentang negeriku sedikit..
hanya dari radio dan televisi,
sedikit bacaan koran pagi.
disana negriku tertawa, bukan karena bahagia tapi untuk menutupi rasa takut
disana terjadi banjir
disana korupsi menjadi budaya
disana ramah disulap menjadi amarah
disana kerusuhan antar ras agama dan suku bangsa merajai
disana pesawat jatuh menjadi lelucon
disana mahasiswa ditembaki
disana anak-anak disekolahkan untuk menjadi nyinyir

mungkin negeri yang kutuliskan di awal cerita hanya akan menjadi sebuah narasi, atau bahkan dongeng pengantar tidur.

Kamis, 10 Mei 2012

Masih Kamu, Di Setiap Aku.

di hela nafas yang memburu
di ribuan mimpi yang diburu
di tiap tapak langkah
di sela rintik hujan
di balik lemari kaca
di hadapan seulas senyum
di titik air mata yang tertahan
di rindu yang tercekat
di bawah selimut tebal
di atas bantal beludru
di samping guling kesepian
di kata yang tertelan
di riuh kenangan
di ramai kesepian
di seluruh permukaan cermin retak
di dalam setiap partikel darah
di bawah dahi, berjarak dua jengkal
di dalam dada sebelah kiri
jauh disana,
masih ada kamu, disetiap aku.