Love In The Rain
Minggu, 28 Oktober 2012
That I see God in you, what should I do?
Jumat, 26 Oktober 2012
Maaf Dari Masalalu
Aku merindukan kamu, seseorang yang pernah sangat berarti di hidupku.
Kamu adalah sumbu dari segala insprasi yang mengalir terus menerus.
Kamu pernah menjadi yang sangat aku inginkan hadirnya dikala luka menjadi mahkota.
Sampai kemudian engkau menjelma menjadi sosok yang tidak kukenal, yang membenciku dengan segenap jiwamu.
Entah darimana kau dapat benci itu, mungkin karena aku yang jahat tak mempercayai cinta yang sempat kau tawarkan. Atau mungkin karena kau memperdayai kita yang terlalu naif menghadapi takdir.
Aku takut merusak apa yang semesta telah rencanakan dalam ikatan persahabatan kita.
Bodohnya, aku tidak menyadari bahwa justru sikapkulah yag pada akhirnya menghancurkan segala yang tak pernah ada.
Kita adalah semu.
Aku tetap merindukan kamu, sebagai sahabat yang pernah kupunya.
Aku tetap merindukan kamu, sebagai cinta, yang tak pernah terjadi.
Demi benci yang semula menjadi takdir kita, kau hadirkan cinta yang seharusnya bukan kita.
Lantas kita menjadi hal yang paling sia-sia.
Kamis, 11 Oktober 2012
MATI
di kedalaman senyummu aku tersedak cinta. menyulam satu demi satu bahagia yang mulai genap saat aku dan kau tertawa bersama. kita begitu terlena hingga berhenti bersikap waspada pada luka yang sebenarnya masih menganga, siap menelan bahagia yang kita punya.
tiba-tiba saja, tanpa pertanda kau akhirkan aku yang mulanya kau awalkan. dunia dalam genggam tanganku merosot jatuh porak poranda. aku jatuh luka. pada cinta yang pura-pura. aku binasa.
Ini seperti kau tuangkan racun kedalam madu yang telah susah payah aku simpan lalu kau paksa aku untuk meminumnya dan membaginya bersama orang-orang yang berharga untukku.
kau bunuh aku. berkali-kali.
aku telah mati. pada hati.
Theodore, semoga tidak lagi ada hati yang kau khianati.
Senin, 08 Oktober 2012
Awalan
Hari ini aku pulang dengan bis malam, meninggalkan kota dengan sejuta kenang. Disebelahku duduk seorang wanita paruh baya dengan make-up tebal dan parfum yang menyengat hidung. Semestinya dengan suasana hati yang porak poranda seperti sekarang, dihalalkan untukku memaki dan menendang perempuan ini dari sampingku. Tapi tentu tidak kulakukan, ini bukan salahnya. Mungkin dia hanya sedang berusaha tampil cantik. Mungkin dia tidak mengetahui aku sedang patah pada hati yang selalu menolak lupa. Memang menyakitkan, sebesar apapun masalah kita, orang-orang lain akan tetap berjalan maju, tanpa memedulikan kita yang ada di belakang. Meski kadang beberapa diantara mereka mengatakan "aku tahu rasanya menjadi kamu." Mereka tidak pernah benar-benar tahu. Karena bekas lukanya, tidak ada pada mereka. Tidak.
Bus sudah gelap, perempuan di sebelahku sudah terlelap. Begitu gelapnya malam ini membuat aku tidak bisa melihat keluar jendela, padahal sebenarnya di luar ada pemandangan untuk dilihat. Gelapnya malam ini, mirip hubunganku denganmu dulu, hubungan kita bisa begitu gelap padahal kita berdua tahu , seandainya bulan muncul dan lampu lebih diterangkan, maka kita bisa melihat pemandangan bagus.
Kata Plato; "gelap itu tidak ada, yang ada hanyalah kurang cahaya."
Mungkin kita sudah meredup.
Pada hati.
Pada perasaan yang sekarat dan kemudian mati diam-diam.
Cinta yang datang tanpa diduga seperti angin, pada akhirnya hilang dan hanya mampu dikenang.
Rupanya semalaman aku tertidur. Saat terbangun, pagi telah datang dan langit terlihat biru cerah tanpa awan. Sehelai daun berwarna cokelat, terbang jatuh melewati jendelaku. Perempuan disampingku telah bangun dan menyerocos pada penumpang di bangku depan yang memundurkan kursi karena terlalu penat.
Pemandangan jadi jelas di luar, bulan sudah tidak terlihat lagi.
Ku hitung sampai tiga, kemudian kamu menjadi tiada seperti pada awal mula.
Sampai jumpa lagi, mungkin di dalam cerita yang lain.
Purwokerto, 8 Oktober 2012. Hari baru.
Menunggu.
Kue kuning di ujung jendela hampir habis. Tidak kusadari hari ini rindu telah melahapnya tanpa ampun. Di balik jendela dengan cat terkelupas, aku masih menunggu kamu yang entah kapan bisa kutemu. Suara bis malam menderu pelan dibawah sinar bulan. Aku masih bertahan, berharap entah di benua apapun kamu, di belahan bumi bagian manapun, kita masih melihat bulan yang sama. Bulan yang selalu datang menggantikan kue kuning kita di ujung jendela.
Sudah ratusan hari kulalui hari tanpa sekecap pun kabar darimu. Di balik jendela aku masih terus menunggu dalam bingung. Ribuan kendaraan bagus dengan merk ternama lalu lalang di bawah apartemen ini, tiap hari aku melihatnya dibalik jendela kita, membayangkan semua mobil itu adalah miniatur yang Tuhan ciptakan dikala iseng, untuk kemudian dihancurkan dikala bosan. Sama seperti kita yang dipersatukan kemudian dipisahkan.
Tuhan maha humoris, itu katamu dua tahun lalu. Saat dimana kita sedang bahagia-bahagianya. Pertama kali kau menghadiahiku apartemen ini, di lantai 9 sesuai dengan angka favorit kita, dengan jendela yang terus menerus menyuguhiku potret-potret senja. Serta ribuan benda angkasa yang gemerlap kala malam tiba.
Setahun kemudian, kamu pamit. Memintaku menunggu. Entah ada di dunia bagian manapun kamu. Di Eropa atau di Jepang. Aku masih tetap menunggu kamu yang mungkin sudah menjadikanku masalalu. Sesuai katamu tahun lalu.
Purwokerto, 8 Oktober 2012
Minggu, 07 Oktober 2012
Biarkan
biarkan aku menjadi yang pernah untukmu jika hanya itu yang bisa kulakukan untuk bertahan di kepalamu.
biarkan aku datang di mimpi-mimpi terburukmu jika mimpi indah tak pernah kau izinkan untuk kusinggahi.
biarkan aku menjadi apa yang paling kau enggan hadirnya, sekaligus yang tak mungkin kau hindari hadirnya dalam ruang rindumu.
biarkan kita hanya akan menjadi lembaga yang kuciptakan dalam ruang masadepanku sendiri.
tutup saja hatimu...
Purwokerto, 2012
Hari Hujan
hari hujan, dan masih kamu dalam ingatan
tidak semua yang ku ingat menguatkan
tidak segala yang luka menjadikanku buta
mungkin aku yang terlalu peka hingga membuatmu jera
hari hujan, dan masih kamu dalam kenangan.
ingatan yang menyimpan kenang sebagai peluru
dari segala yang menjadikanmu menjauh terburu
akulah seluruh bintang, katamu tahun lalu
kemudian kau mengejar semesta yang tak pernah ku tahu itu apa
hari hujan , dan tidak lagi kamu dalam pelukan.
Jogjakarta.
Oktober, 2012.