Love In The Rain

Love In The Rain
...di tempat ini, hujan dinanti setiap hari...

Rabu, 26 Februari 2014

Kepada Pohon Beringin

Untuk respati yang telah tumbuh dan mengakar di hatiku,
Senja itu kau datang memberitahuku bahwa kau kini bersemayam pada bakal pohon beringin kecil di depan pintu garasi rumahku. memang benar ada sebuah bakal pohon beringin kecil yang mulai tumbuh, yang pada pagi sebelumnya tak ada. batangnya meliuk persis lekuk rambutmu, akarnya menjalar masuk ke dalam rumah.
aku tak pernah menyapa pohon itu, tak pernah juga kuperlakukan dia layaknya aku memperlakukanmu. tapi entah bagaimana caranya, pohon itu tumbuh seiring aku memejamkan mata di malam hari; tumbuh terus menerus sepanjang pencarianku atas dirimu. akarnya semakin merasuk kedalam tegel rumahku, saat namamu kurapalkan di sela-sela doaku yang gagap. pohon itu terus menerus tumbuh.
“tiada yang lebih melelahkan dan menggetarkan selain menempuh rindumu.”
sampai pada saatnya, aku terbangun di pagi hari dan tak kutemui pohon itu lagi. tercerabut tuntas dengan seluruh akarnya. kupikir kau telah terbuang oleh para pemuda yang sedang kerja bakti. atau diambil oleh kolektor tanaman hias yang iseng. 
..atau pohon itu memang meniatkan pergi begitu saja.
lalu segera setelah itu, kudengar langkahmu perlahan-lahan meninggalkan mimpi dalam tidur malamku.
“apakah aku yang terlalu mudah merindukanmu, ataukah kau yang begitu jauh untuk kurengkuh?”

Minggu, 23 Februari 2014

Jingga

Jingga..
Tetaplah engkau disini
Terjaga di satu sisi jiwaku
Menangguhkanku, bebaskan ruang dan waktu
Temani aku dalam rapuh hati
Tak semudah lamunanku
Menjelma dalam hasrat

Jingga..
aku telah terpikat
Akankah gundah ini terobati bila ku memilikimu?
Biar rinduku ini tersembunyi dari keramaian imaji cintaku
Sudah kuputuskan untuk menjaga bentang hati
Teduh terpijar dan terlindung bayanganmu

Jingga..
Suara hatiku biaskan bayangmu
namamu redakan resahku yang takut kehilangan dirimu, Jingga.

Sabtu, 22 Februari 2014

Mantra Kebalikan

aku tidak merindukanmu
aku sangat merindukanmu
  
rindu sesak. memelukku seperti pakaian sempit yang basah. darinya ada yang menetes netes ke lantai dan memantulkan wajahmu ke mataku.
aku ingin kau pergi.
ruang kosong di hati membiarkan rindu berlarian di kepalaku. mencari cara tuk menyeka air matamu. lalu tak mampu selain hanya membisu meniru gerak bibirmu.
tolong, jangan pergi.
 
kau pergi tanpa lambaian tangan. katakata hanya terbendung sampai kerongkongan berupa ramuan mematikan berisi amarah dan harapan. benih yang kecil.
ada yang diamdiam menyiraminya setiap hari.

aku selalu disini. mencoba menjejal dengan ingatan. ribuan aksara tentang silam, ingin kurengkuh namun hanya bisa diam ,ingin, dan tak mampu menyiratkan. lalu kita sama sama mencoba menzabur kenangan. saling mencoba melupakan, aku kangen.

jangan!

sendiri menatap bunga yang mulai layu, dibawah rintik hujan yang mengetuk jendela dan tak henti hentinya kuhitung rinainya. hingga berdebu. bunga itu kini menjadi sebatang bambu, aku temukan dirimu entah berapa lama.


hari ini ada yang nakal memoles dinding di hadapanku dengan kilasankilasan peristiwa. dengan bintangbintang buram yang sempat menjadi kawan tidurku, ketika aku sedang ingin berpurapura berbaring di bawah langit malam sambil menggenggam tanganmu yang hangat dan penuh merungkupi jemariku.

mungkin sudah habis lelahku menunggu kamu entah siapa yang pergi dan siapa yang kembali. aku mencintaimu. dalam ruangan yang pernah ada kamu. tersenyum tertawa, meninggalkan bekas tegas keberadaanmu. sepi ini merasuki nadiku yang kini kosong tanpamu.
 
ini bukanlah sesuatu yang kuharapkan. berdiri lagi di depan perapian, kaki kanan sudah menyentuh api, kaki kiri mengikuti. kemudian perlahanlahan aku habis ditelannya. ditelan panasmu.
ada harapan harapan tertentu yang mampu membunuh.

menginginkanmu kembali adalah diantaranya



Rabu, 19 Februari 2014

Kepada Ketidakmungkinan

Kepada Ketidakmungkinan,

Bagaimana keadaanmu? Masihkah tegak berdiri di atas keyakinanmu yang menjatuhkanku?
Kamu gagal menunjukan keeksistensianmu, sedang kepala masih saja menjadi si pandir yang merasa pintar menghadapi proses yang kukira engkau, namun ternyata menjadi sebaliknya.
Pernah kepala begitu keras menyangkal keberadaanmu, kukatakan padanya agar terbangun dari tidur panjang.
Tapi kenyataannya justru akulah yang kau bangunkan.
Keangkuhan telah menamparku begitu telak.

Pada akhirnya aku menyadari, keberadaanmu ada justru ketika aku kehilangan diriku.

Mulai hari ini, kau terhapus. Tak ada lagi kamu dalam kamus kosakata di kepala.

Salam,
Harapan

Selasa, 18 Februari 2014

Tiga Detik

Kepada  Tuan dengan Keberanian pun Ketergesaan yang Menyenangkan.

Terimakasih telah menciptakan tiga detik paling absurd dalam hidupku. Ya, tiga detik pertama dan kuharap terakhir di hidupku dimana aku memiliki keinginan untuk mencium bibir yang sama  sekali asing dan sedang bercerita panjang lebar tentang perjalanan hidupnya di depanku.
Tapi untunglah aku tidak seberani engkau.
Jadi menetaplah kau tiga langkah di belakang garis, Tuan.


Salam,
Pendusta yang Kau Percaya. ;)

Sabtu, 01 Februari 2014

Surat Al-Fatiha di hari ke-72

Sudah 72 hari berselang setelah kepulanganmu yang abadi, aku sempat memutuskan untuk berhenti membagikan tentangmu kepada mereka yang tidak tahu. Menyimpanmu sebagai cinta rahasia yang hanya kusampaikan pada Sang Maha Cinta dalam doa-doa rahasia pabila rindu datang dengan buru-buru dan tak tahu malu.

Tujuh puluh dua hari, dan tidak satu haripun aku mengalpakan namamu ketika bercengkrama dengan Sang Pencipta. Entah sekedar menanya kabar, atau meminta aku baik-baik saja agar tetap bisa menanyakan kabarmu setiap hari. Sering, aku ingin mengingatkanmu makan seperti dulu kau tak pernah lupa mengingatkanku makan melalui pesan-pesan singkatmu, lalu kemudian ingat, kau tak butuh makan lagi. Kau bahkan tak butuh apa-apa lagi karena segala yang kau butuhkan pasti telah dipenuhi-Nya, bukan? 

Baru hari ini, setelah 72 hari kau meninggalkan yang fana, setelah euforia tentangmu nyaris menghilang dari tempat yang pernah mendekatkan pikiran kita lewat kata-kata, aku mulai kembali menyusun kamu sebagai semesta kata.

Banyak sekali yang ingin kusampaikan padamu,
maka selama 30  hari ke depan, biarkan aku menceritakan beberapa hal tentang kita, serta betapa banyak perubahan yang kau bawa pada semestaku yang biasa.

Pada akhir setiap surat yang kutulis, akan ku sertakan surat Al-Fatihaa agar setiap mereka yang membaca suratku, turut mendoakanmu, Muhammad Arfandi. (@toiletcafe)


Al fatihah ilaa hadlroti khususson Muhammad Arfandi wa ilaa hadlrotin Nabiy Sayyidinaa
Muhammadin SAW. Syaiulillahi lahum bisirril faatihah.
  
Bismillaah ar-Rahman ar-Raheem
Al hamdu lillaahi rabbil ‘alameen
Ar-Rahman ar-Raheem Maaliki yaumid Deen
Iyyaaka na’abudu wa iyyaaka nasta’een
Ihdinas siraatal mustaqeem
Siraatal ladheena an ‘amta’ alaihim
Ghairil maghduubi’ alaihim waladaaleen
Aameen



Hanya ini yang mampu ku usahakan sebagai wujud terimakasihku atas cinta tak berkesudahan yang bahkan terus kau alirkan sampai hari ini..


Pada hari ke 72 ini, dan untuk 30 hari kedepan, aku memutuskan untuk tidak lagi mencintaimu secara rahasia, Sinistra.


Myo.