Selamat pagi S,
Bagaimana kopimu pagi ini?
Manis? Pahit? Kental?
Pagiku kuawali dengan dua sachet kopi hitam instan dengan satu bongkah gula batu dalam satu cangkir keramik sedang.
Ah kopi,
Kopi hitam selalu saja mengingatkanku pada pertemuan pertama kita.
Kau tahu?
Waktu itu aku pesan kopi, tanpa gula, dingin.
Persis seperti perasaanku kala itu.
Pahit dan dingin.
Kukira, kau dan aku sama-sama tak ingin halaman pada surat ini menceritakan tentang masalaluku. Sepakat?
Begini S,
Kurasa tidak perlu pula kujelaskan bagaimana kehadiranmu lantas sedikit menghangatkan kebekuan sikap dan menggerakan roda gerigi kecil yang telah lama diam dan berkarat jauh di dalam hatiku.
Sungguh S,
Baru kepada kamu, getaran halus di rongga dada sebelah kiri ku hadir perlahan.
Mencuri persediaan oksigen untuk paru-paruku selama sepersekian detik.
Demi Tuhan,
Kau datang padaku tanpa sebuah ketergesaan, lalu kemudian menghancurkan semua sistem yang kubuat untuk melindungiku dari monster di dalam diriku sendiri. Menghancurkan dinding es yang berdiri kokoh melingkari hatiku. Mengganti lingkaran itu dengan lingkar hangat pelukmu.
Dan bahkan, kau membuatku menikmatinya.
Atas nama sejuta topan badai terimakasih,
N
Tidak ada komentar:
Posting Komentar