Kaum pecinta itu oportunis. Siapa yang tak ingin cintanya berbalas? Bahkan Tuhanpun ingin.
Hari ketiga bulan kedua.
Kepada kamu,
Nomor 'S'atuku.
Tahun lalu aku membaca kalimat pada pembuka surat ini masih dengan pemikiran naif; aku bukan oportunis, karena kupikir tak apa jatuh cinta sendirian, toh pada akhirnya aku dan dia bahagia.
Tapi ternyata aku salah S,
Bahagia dalam ruang pikirku dan dalam kesungguhanku ternyata amat berbeda.
Aku menciptakan bahagia semu atas dasar luka yang kubuat dan kugarami sendiri. Aku menikmati luka dan menjadi terbiasa karenanya.
Bahkan aku sempat menjadi sadomasokis atas nama pengorbanan cinta yang pada akhirnya aku sadari sebagai kesia-siaan semata.
Aku sadar,
Semakin aku berusaha untuk terlihat bahagia, jauh di dalam sini, aku justru terlihat sangat menyedihkan.
S,
Misalnya suatu hari aku terpaksa merelakanmu dan memaksakan diri untuk terlihat kuat dan bahagia.
Ingatkan aku untuk tidak berpura-pura dan paksa aku untuk jangan berhenti memperjuangan ruang masadepan yang aku dan kamu sebut "kita".
Kepada S,
Jangan menyerah untuk membuatku tetap bertahan dan berTuhan.
:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar