"Membenci seseorang itu seperti minum racun sembari berharap musuhmu yang akan mati".
Tak perlu membencinya sebesar itu,
dulu ia pernah menjadi yang enggan kau lalu, menjadi yang kau mau.
Aku bukan tidak percaya padamu
hanya saja waktu terus menerus memberitahuku
agar aku tetap terjaga, dan tak terbunuh masalalu
Apakah dia masih begitu berarti untukmu hingga masih saja kau luangkan sudut hatimu untuk membencinya begitu?
Adakah dia yang masih kau simpan dalam kotak pandora?
yang kau enggan hadirnya, namun tetap kau kenang sebagai yang paling melukakan.
Aku tidak ingin menjadi obat bagimu, yang menyembuhkan lukamu, kemudian kau tinggalkan saat luka itu kering.
Dia lah sebenar-benarnya obat yang akan menyembuhkanmu.
Biarkan dia menyembuhkan luka yang ia buat sendiri,
Sedangkan disini aku, menunggu kau sembuh dan mencintai lagi dari awal.
Karena setelah sembuh, kau tak memerlukan obat itu.
Karena setelah sembuh, kau hanya membutuhkan seseorang yang mau merawat dan menerima bekas luka yang kau punya.
Karena setelah sembuh, kau hanya membutuhkan aku.
Dalam keterbatasan bahasa,
diatas semua cinta yang pernah kau curah untuknya
aku memilih diam diantara.
Kini, demi segala yang pernah terjadi,
Bencilah!
Benci dia sebesar yang kau mau.
sebesar kau mencintainya dulu.
sebesar kau membenci dirimu.
sebesar kebencian itu sendiri.
Biarkan benci meracunimu dan mengurangi jumlah oksigen dalam parumu.
Pada akhirnya aku akan memelukmu dan berbisik,
maafkan dirimu, sudah sepantasnya kau melupakan yang melukakan.
"Jika masih dia yang membuat hujan turun dari matamu
Biarkan aku menumbuhkan pelangi mesti dengan nadiku.."
Purwokerto,
November, 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar