Love In The Rain

Love In The Rain
...di tempat ini, hujan dinanti setiap hari...

Kamis, 15 Mei 2014

Mesin Penenun Hujan

merakit mesin penenun hujan 
hingga terjalin terbentuk awan
semua tentang kebalikan. 

terlukis 
tertulis 
tergaris 
di wajahmu

keputusan yang tak terputuskan

ketika engkau telah tunjukan
semua tentang kebalikan
kebalikan diantara kita
kau sakiti aku
kau gerami aku
kau sakiti gerami kau benci aku
tetapi esok nanti kau akan tersadar
kau temukan seorang lain yang lebih baik 
dan aku kan hilang ku kan jadi hujan
tapi takkan lama ku kan jadi awan

merakit mesin penenun hujan 
ketika engkau telah tunjukan 
semua tentang kebalikan 
kebalikan diantara kita

Kamis, 01 Mei 2014

Yang tak selesai, yang tak tersampaikan.

...sluku-sluku bathok
bathoke ela-elo
si rama menyang solo
oleh-olehe payung mutho
pak jenthit lolo lo bah
wong mati ora obah
yen obah medeni bocah..

Masih terekam jelas lagu "sluku-sluku bathok" yang sering disenandungkan Mbah Putri tatkala aku, cucu perempuannya yang manja, mengeluh pegal-pegal karena bermain kesana kemari seharian.
Kalau sudah begitu, Mbah pasti akan mengelus kakiku sambil menyanyikan lagu tadi, dilanjutkan dengan menyisiri rambutku dengan serit kesayangannya sampai aku tertidur.
Ah.. betapa aku sangat merindukan ritual sebelum tidur itu.

Mbah Putri..
Beliau perempuan yang begitu kuat.
Sosok yang tak pernah mengeluh tentang apapun.
Sosok yang dengan keras mengajariku tentang keputrian (dan selalu aku abaikan karena kebandelanku)

Lima tahun terakhir, beliau mulai berubah sikap;
Tidak mau tidur jika tidak aku temani,
Sering beliau terbangun tengah malam, dan merengek minta disuapi makanan.
Memanggil-manggil namaku, padahal aku tengah berbaring di sebelahnya.
Menangis seperti bayi, ketika keinginannya tidak dipenuhi.
Menggenggam tanganku sampai tertidur karena takut aku akan meninggalkannya saat ia terlelap.
Memintaku mengusap punggungnya yang pegal karena terlalu lama berbaring.
Betapa aku pernah mengingat itu semua sebagai suatu hal yang menyebalkan, menuduhnya manja dan penuntut, menghakiminya seolah aku tahu rasanya menjadi beliau dan bagaimana seharusnya aku bersikap.

Sungguh, betapa aku menyesal pernah mengingat kekesalanku tanpa sedikitpun mengingat tangan rentanya yang senantiasa mengusap rambutku hingga aku tertidur.
Mengajakku jalan-jalan meski beliau tak lagi muda.
Membelikanku jajanan pasar yang tak pernah kuhabiskan.
Mengenalkanku pada teman pengajiannya sebagai cucu kebanggaan.
Memintakan maaf kala kenakalanku menyakiti hati orang lain.
Membelaku bahkan ketika jelas aku yang bersalah.
Memanjakanku dengan segala kesederhanaanya..

Mbah Putri..
Tulisan di atas aku buat empat tahun lalu, di hari mbah akhirnya pergi tanpa menungguku pulang studi. 
2 Mei 2014 
Aku tidak menangis hari itu. 
2 Juli 2018
Aku kangen, Mbah.