Selamat pagi, kamu yang menyebalkan.
Surat ini kutulis saat aku sedang rindu-rindunya, segila-gilanya.
Tapi entahlah, setelah kau baca isinya, mungkin kau hanya akan menemukan bahwa surat ini tak lebih dari lembar sobekan buku diary, yang semua isinya tentang kamu.
Iya. Kamu.
Kamu yang ku maksudkan disini ya kamu. Seseorang yang dengan kebersahajaan sekaligus kemewahannya mencuri sebagian hatiku dan seluruh perhatianku dalam satu kejapan mata.
Mungkin terdengar sily dan klise. Tapi ya itulah yang kurasakan waktu itu, dan bahkan hingga detik ketika aku menulis surat bodoh ini.
Sebelumnya aku mengutuk diriku sendiri, karena aku seringkali salah mengartikan kagum sebagai rasa yang orang-orang sebut ah-kau-pasti-tahu-apa.
Kamu mengenalkanku pada desiran halus yang demi Tuhan, tak mampu kujabarkan dalam kata.
Ada lengkingan di kepala yang menyatakan "Ini! Ini dia!" dengan sembrono dan tanpa pertimbangan.
Kamu, mengenalkanku pada kebodohan-kebodohan yang kuulangi serta dosa-dosa yang kunikmati dengan rasa bersalah.
Ini jelas berbeda. Jauh dari kekagumanku pada orang-orang sebelum kamu; yang aku salah artikan.
Pada hari terakhir ini,
Di detik terakhir yang kupunya,
Kamulah orang terakhir yang ingin kutanya;
Bolehkah aku jatuh cinta tanpa harus bertanya-tanya akan bagaimana kelak lembaga yang aku dan kau sebut kita jadinya?
regards,
yours.
Surat ini kutulis saat aku sedang rindu-rindunya, segila-gilanya.
Tapi entahlah, setelah kau baca isinya, mungkin kau hanya akan menemukan bahwa surat ini tak lebih dari lembar sobekan buku diary, yang semua isinya tentang kamu.
Iya. Kamu.
Kamu yang ku maksudkan disini ya kamu. Seseorang yang dengan kebersahajaan sekaligus kemewahannya mencuri sebagian hatiku dan seluruh perhatianku dalam satu kejapan mata.
Mungkin terdengar sily dan klise. Tapi ya itulah yang kurasakan waktu itu, dan bahkan hingga detik ketika aku menulis surat bodoh ini.
Sebelumnya aku mengutuk diriku sendiri, karena aku seringkali salah mengartikan kagum sebagai rasa yang orang-orang sebut ah-kau-pasti-tahu-apa.
Kamu mengenalkanku pada desiran halus yang demi Tuhan, tak mampu kujabarkan dalam kata.
Ada lengkingan di kepala yang menyatakan "Ini! Ini dia!" dengan sembrono dan tanpa pertimbangan.
Kamu, mengenalkanku pada kebodohan-kebodohan yang kuulangi serta dosa-dosa yang kunikmati dengan rasa bersalah.
Ini jelas berbeda. Jauh dari kekagumanku pada orang-orang sebelum kamu; yang aku salah artikan.
Pada hari terakhir ini,
Di detik terakhir yang kupunya,
Kamulah orang terakhir yang ingin kutanya;
Bolehkah aku jatuh cinta tanpa harus bertanya-tanya akan bagaimana kelak lembaga yang aku dan kau sebut kita jadinya?
regards,
yours.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar