Pada suatu hari yang kelak kita alami,
Aku. Kamu. Senja. Bertiga menyusuri setapak taman di pinggiran kota.
Pada suatu pagi yang kita nanti,
Aku. Kamu. Melatih Senja berjalan meniti mimpi.
Pada suatu senja yang kita duga sebelumnya,
Aku. Kamu. Senja. Bertiga duduk diberanda, membincangkan dunianya yang beranjak dewasa.
Senja itu buah hati kita. Bukti cinta yang telah ada.
Senja itu selalu milik kita; yang lahir pada pertemuan pertama,
dan tumbuh dewasa dengan cinta yang seada-adanya.
Sampai kemudian,
Pada suatu ketika yang telah kita kira;
Senja pergi menjemput
senja miliknya.
Melepaskan kita pada batas usia dengan senyum bahagia.
07:09
11 April
Love In The Rain
Rabu, 10 April 2013
Surat Terakhir
Selamat pagi, kamu yang menyebalkan.
Surat ini kutulis saat aku sedang rindu-rindunya, segila-gilanya.
Tapi entahlah, setelah kau baca isinya, mungkin kau hanya akan menemukan bahwa surat ini tak lebih dari lembar sobekan buku diary, yang semua isinya tentang kamu.
Iya. Kamu.
Kamu yang ku maksudkan disini ya kamu. Seseorang yang dengan kebersahajaan sekaligus kemewahannya mencuri sebagian hatiku dan seluruh perhatianku dalam satu kejapan mata.
Mungkin terdengar sily dan klise. Tapi ya itulah yang kurasakan waktu itu, dan bahkan hingga detik ketika aku menulis surat bodoh ini.
Sebelumnya aku mengutuk diriku sendiri, karena aku seringkali salah mengartikan kagum sebagai rasa yang orang-orang sebut ah-kau-pasti-tahu-apa.
Kamu mengenalkanku pada desiran halus yang demi Tuhan, tak mampu kujabarkan dalam kata.
Ada lengkingan di kepala yang menyatakan "Ini! Ini dia!" dengan sembrono dan tanpa pertimbangan.
Kamu, mengenalkanku pada kebodohan-kebodohan yang kuulangi serta dosa-dosa yang kunikmati dengan rasa bersalah.
Ini jelas berbeda. Jauh dari kekagumanku pada orang-orang sebelum kamu; yang aku salah artikan.
Pada hari terakhir ini,
Di detik terakhir yang kupunya,
Kamulah orang terakhir yang ingin kutanya;
Bolehkah aku jatuh cinta tanpa harus bertanya-tanya akan bagaimana kelak lembaga yang aku dan kau sebut kita jadinya?
regards,
yours.
Surat ini kutulis saat aku sedang rindu-rindunya, segila-gilanya.
Tapi entahlah, setelah kau baca isinya, mungkin kau hanya akan menemukan bahwa surat ini tak lebih dari lembar sobekan buku diary, yang semua isinya tentang kamu.
Iya. Kamu.
Kamu yang ku maksudkan disini ya kamu. Seseorang yang dengan kebersahajaan sekaligus kemewahannya mencuri sebagian hatiku dan seluruh perhatianku dalam satu kejapan mata.
Mungkin terdengar sily dan klise. Tapi ya itulah yang kurasakan waktu itu, dan bahkan hingga detik ketika aku menulis surat bodoh ini.
Sebelumnya aku mengutuk diriku sendiri, karena aku seringkali salah mengartikan kagum sebagai rasa yang orang-orang sebut ah-kau-pasti-tahu-apa.
Kamu mengenalkanku pada desiran halus yang demi Tuhan, tak mampu kujabarkan dalam kata.
Ada lengkingan di kepala yang menyatakan "Ini! Ini dia!" dengan sembrono dan tanpa pertimbangan.
Kamu, mengenalkanku pada kebodohan-kebodohan yang kuulangi serta dosa-dosa yang kunikmati dengan rasa bersalah.
Ini jelas berbeda. Jauh dari kekagumanku pada orang-orang sebelum kamu; yang aku salah artikan.
Pada hari terakhir ini,
Di detik terakhir yang kupunya,
Kamulah orang terakhir yang ingin kutanya;
Bolehkah aku jatuh cinta tanpa harus bertanya-tanya akan bagaimana kelak lembaga yang aku dan kau sebut kita jadinya?
regards,
yours.
selembar
Ada harga yang harus dibayar setelah menjadikan ambyar.
Pada setiap mimpi yang bubar, puisi menjadikannya debar.
Satu demi satu janji yang kau sebar tak juga berkabar.
Kini kau menjauh tanpa kabar menjadikan semestaku buyar.
Pada setiap mimpi yang bubar, puisi menjadikannya debar.
Satu demi satu janji yang kau sebar tak juga berkabar.
Kini kau menjauh tanpa kabar menjadikan semestaku buyar.
Langganan:
Postingan (Atom)