: aw
Aku melukis bunga dalam sebuah nama yang kupuja
Aku tergila-gila pada tawanya
Tak lama kukira aku jatuh cinta
Tatap mata itu memberiku rasa getir
Ragu pada suaranya menyadarkanku bagai sambaran kilat petir
Membuat hatiku yang terlanjur jatuh, hancur dan ketar-ketir
Senyumku melengkung pada rasa pahit kopi dalam cangkir
Aku melihat bunga ditangan kiri
Kemudian perlahan-lahan ikut merasakan nyeri di dada sebelah kiri
Menikmati luka tak terperi yang sengaja kubuat sendiri
dan kubuka kembali
Sebagai lelaki,
Sementara percaya tak lagi bersemayam dalam hati
Dimana lagi bisa ku samarkan tangis selain sebagai puisi?
Bertahun ku rutuki diri yang pernah begitu naif
Mencoba berdiri sendiri sebagai sumbu positif
Mengurangi rindu kepada kamu sebagai kutub negatif
Untuk sekuntum bunga,
yang pernah memberi debar,
untuk kemudian mati tanpa sempat memberi arti
Terimakasih untuk pernah menjadi yang indah, meski hanya sebagai khilaf.
Oktober, 2013
20.53